Evaporasi secara umum dapat didefinisikan dalam dua kondisi, yaitu: (1)
evaporasi yang berarti proses penguapan yang terjadi secara alami, dan
(2) evaporasi yang dimaknai dengan proses penguapan yang timbul akibat
diberikan uap panas (steam) dalam suatu peralatan.
Evaporasi dapat
diartikan sebagai proses penguapan daripada liquid (cairan) dengan
penambahan panas (Robert B. Long, 1995). Panas dapat disuplai dengan
berbagai cara, diantaranya secara alami dan penambahan steam. Evaporasi
diadasarkan pada proses pendidihan secara intensif yaitu (1) pemberian
panas ke dalam cairan, (2) pembentukan gelembung-gelembung (bubbles)
akibat uap, (3) pemisahan uap dari cairan, dan (4) mengkondensasikan
uapnya.
Evaporasi atau penguapan juga dapat didefinisikan sebagai
perpindahan kalor ke dalam zat cair mendidih (Warren L. Mc Cabe, 1999).
Evaporasi vs pengeringan
Evaporasi tidak sama dengan pengeringan, dalam evaporasi sisa
penguapan adalah zat cair – kadang-kadang zat cair yang sangat vuskos –
dan bukan zat padat. Perbedaan lainnya adalah, pada evaporasi cairan
yang diuapkan dalam kuantitas relatif banyak, sedangkan pada pengeringan
sedikit.
Evaporasi vs distilasi
Evaporasi berbeda pula dari
distilasi, karena uapnya biasa dalam komponen tunggal, dan walaupun uap
itu dalam bentuk campuran, dalam proses evaporasi ini tidak ada usaha
unutk memisahkannya menjadi fraksi-fraksi. Selain itu, evaporasi
biasanya digunakan untuk menghilangkan pelarut-pelarut volatil, seperti
air, dari pengotor nonvolatil. Contoh pengotor nonvolatil seperti lumpur
dan limbah radioaktif. Sedangkan distilasi digunakan untuk pemisahan
bahan-bahan nonvolatil.
Evaporasi vs kristalisasi
Evaporasi lain
dari kristalisasi dalam hal pemekatan larutan dan bukan pembuatan zat
padat atau kristal. Evaporasi hanya menghasilkan lumpur kristal dalam
larutan induk (mother liquor). Evaporasi secara luas biasanya digunakan
untuk mengurangi volume cairan atau slurry atau untuk mendapatkan
kembali pelarut pada recycle. Cara ini biasanya menjadikan konsentrasi
padatan dalam liquid semakin besar sehingga terbentuk kristal.
Titk didih cairan yang diuapkan pada evaporasi dapat dikontrol dengan
mengatur tekanan pada permukaan uap-cair. Artinya, jika penguapan
terjadi pada temperatur tinggi, maka evaporator dioperasikan pada
tekanan tinggi pula. Beberapa evaporasi dalam industri secara normal
bekerja pada tekanan vacum untuk meminimalkan kebutuhan panas.
Pada proses pendidihan secara alami, perubahan titik didih sebagai
perubahan temperatur dapat ditingkatkan. Beberapa tipe pendidihan yang
berbeda mempunyai koefisien perpindahan panas yang berbeda pula.
Tipe-tipe tersebut adalah (Bell, 1984) :
- pendidihan secara konveksi alami
- pendidihan nukleat
- pendidihan film
Pendidihan konveksi alami terjadi ketika cairan dipanaskan pada
permukaannya. Pada tipe ini, koefisien perpindahan panas meningkat
dengan perubahan temperatur, tetapi relatif lambat.
Pada
pendidihan nukleat terbentuk gelembung-gelembung uap pada interface
cairan dan padatan dari permukaan perpindahan panas. Pendidihan pada
tipe ini terjadi dalam sebuah ketel atau reboiler thermosifon yang
digunakan pada proses industri. Koefisien perpindahan panas pada tipe
ini lebih besar.
Pendidhan film terjadi ketika perubahan
temperature sangat tinggi dan penguapan terjadi secara berkesinambungan
pada permukaan perpindahan panas. Koefisien perpindahan panas meningkat
seiring dengan meningkatnya perubahan temperatur. Namun, nilai
koefisien perpindahan panasnya lebih rendah jika dibandingkan pendidihan
nukleat.